Data Biodiversitas Indonesia, Bagaimana Nasibnya?
Data Biodiversitas Indonesia, Bagaimana Nasibnya?




Naskah-naskah skripsi kehati (keanekaragaman hayati, red.) itu hanya menumpuk di perpustakaan kampus saja, bahkan di kampus saya pun begitu. Naskah skripsi dari tahun berapa itu malah diloakin, bahkan sampai dipilah dan dikelompokkan berdasarkan jenis kertas. Sampul dan kertas biasa dipisah karena memiliki harga pasarnya sendiri. Namun bagaimana tentang kebermanfaatan konten dari skripsi itu sendiri?

Di hadapan para peserta yang datang dari berbagai institusi dan para pembicara yang diundang di Warung Kopi Biodiverskripsi, Sabhrina membagikan cerita bagaimana ia sangat tertarik sekaligus prihatin dengan hilangnya data kehati dari skripsi, tesis, dan disertasi mahasiswa dari waktu-waktu lampau yang hanya berakhir sebagai tumpukan di perpustakaan kampus.

Warung Kopi Biodiverskripsi adalah sebuah kegiatan yang dilakukan Tambora Muda Indonesia untuk menyebarluaskan isu-isu terkait informatika biodiversitas Indonesia (Biodiversity Informatics). Data keanekaragaman hayati dalam jumlah besar juga termasuk dalam isu data raksasa yang saat ini ramai dibahas berbagai kalangan karena data semacam ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam penentuan kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Jumlah dan jenis spesies dalam suatu lingkup geografis dalam kurun waktu tertentu bermanfaat untuk mengetahui berbagai hal yang penting dalam pembangunan, semisal pemetaan penyakit menular, memahami persebaran spesies invasif yang dapat mengganggu kondisi ekosistem secara umum, dan memahami potensi kehati suatu area mulai dari potensi penemuan spesies baru hingga dampak alih fungsi lahan. Informasi dari penelitian-penelitian tersebut sangat dibutuhkan oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk mengoptimalkan konservasi kehati dan pembangunan negara.

Faktanya data kehati yang dimiliki Indonesia belum terintegrasi sepenuhnya. Sementara untuk menentukan prioritas atau langkah kebijakan mana yang harus dikonservasi, kita harus tahu terlebih dahulu spesies apa saja yang sudah terdata dalam suatu area tertentu. Hal yang utama untuk dilakukan adalah melakukan pendataan yang selengkap-lengkapnya, hingga kita bisa tahu manakah area yang belum dan manakah area yang sudah didata.

Anang Setiawan Achmadi bercerita tentang perkembangan pangkalan data kehati nasional

Mengingat minimnya alokasi belanja negara-negara berkembang untuk pengembangan dan pengelolaan kehati, termasuk Indonesia, perolehan data kehati perlu melibatkan sumber-sumber nonkonvensional semisal sains warga (citizen science). Sumber data kehati lain yang kurang optimal dimanfaatkan adalah naskah laporan penelitian mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia yang umum dikategorikan sebagai literatur abu-abu karena ketiadaan pemantauan sejawat (peer review) sebelum publikasi. 

Naskah-naskah laporan penelitian mahasiswa ini merepresentasikan sebagian besar penelitian kehati yang sesungguhnya sudah dilakukan oleh kalangan akademis Indonesia, namun kurang banyak digunakan karena minimnya akses ke naskah-naskah tersebut. Banyak mahasiswa atau peneliti lain yang ingin membaca atau mensitasi skripsi tersebut mengeluh karena harus mendapati naskah itu secara utuh pada perpustakaan asal, ataupun menemukan pada repositori digital perpustakaan universitas bersangkutan yang seringnya hanya dapat diakses pengguna tertentu.

Sementara, data kehati dari institusi pendidikan dan yang dikoleksi oleh individu terlatih semisal mahasiswa termasuk data yang banyak dipercaya untuk digunakan kembali dalam penelitian kehati oleh komunitas internasional. Berdasarkan keadaan ini, Tambora Muda Indonesia berupaya membantu praktik konservasi alam di Indonesia dengan mengumpulkan data kehati dari skripsi/tesis/disertasi mahasiswa-mahasiswi Indonesia dalam wadah yang sistematis dan dapat diakses siapa pun berjudul “Biodiverskripsi”.

Membuat Skripsi Mahasiswa Lebih Berarti

Sheherazade selaku ketua dari Tambora Muda Indonesia membuka acara Warung Kopi Biodiverskripsi di hari pertama

Dengan tujuan untuk meningkatkan aksesibilitas penelitian keanekaragaman hayati lokal di Indonesia, Biodiverskripsi mengumpulkan data pemantauan ekologis dari skripsi mahasiswa dalam platform berkelanjutan untuk membantu penelitan dan kebijakan nasional mengenai konservasi. Platform tersebut akan memuat data kemunculan spesies dari berbagai lokasi di Indonesia dari skripsi mahasiswa, tesis master, dan disertasi doktoral yang dipublikasikan dari tahun 2000-2017 oleh setidaknya tiga universitas di Indonesia yaitu USU (Universitas Sumatra Utara), UNIPA (Universitas Negeri Papua) dan UGM (Universitas Gadjah Mada). Data yang dipublikasikan dalam portal disambungkan dengan repositori universitas yang bersangkutan agar mereka yang ingin mengetahui lebih lanjut konteks data dapat menghubungi universitas terkait.

Data ini akan dibagikan dengan pangkalan data keanekaragaman hayati nasional Indonesia, InaBIF, yang berpusat di Pusat Penelitian Biologi LIPI, agar dapat dikelola secara nasional. InaBIF merupakan salah satu nodus dari GBIF (Global Biodiversity Information and Facility), lembaga yang mengelola data biodiversitas dari seluruh dunia untuk memungkinkan data tersebut dapat diakses secara mudah melalui internet, agar semakin bernilai bagi khasanah keilmuan dan keberlangsungan pelestarian biodiversitas di dunia. Proyek Biodiverskripsi (The Biodiversity Theses Database) didanai oleh BIFA (Biodiversity Fund for Asia) yaitu dana hibah untuk beberapa lembaga yang berupaya melakukan publikasi data biodiversitas melalui portal GBIF, khususnya di Asia.

Inisiasi Biodiverskripsi merupakan bagian dari gerakan mobilisasi data keanekaragaman hayati skala besar agar dapat digunakan kembali dalam penelitian-penelitian skala besar yang umum diperlukan untuk tak hanya mengisi jurang pengetahuan tentang keanekaragaman hayati suatu area namun juga memenuhi kebutuhan informasi pembangunan. Biodiverskripsi sebagai salah satu inisiator mobilisasi data kehati nasional sudah selayaknya membagi hasil kegiatan-kegiatannya ke masyarakat Indonesia dalam format yang menstimulus diskursus tentang informatika biodiversitas, terutama di era informasi.

Diskusi Data dalam Warung Biodiverskripsi

Bertajuk “Warung Kopi Biodiverskripsi”, Tambora mengundang lima pembicara ahli dibidangnya untuk duduk “ngopi” bersama para peserta yang datang dari berbagai institusi, baik dari lembaga, umum maupun mahasiswa. Acara ini masih termasuk ke dalam rangkaian proyek Biodiverskripsi. Lokakarya ini merupakan rangkaian lokakarya Biodiverskripsi yang keempat setelah sebelumnya Tambora mengadakan Lokakarya Teknis Implementasi Biodiverskripsi pada tanggal 2 Juli 2018 di RCCC UI, Depok, Bimbingan Teknis Transkripsi Data Biodiverskripsi pada 15-18 Agustus 2018 di CICO Resort, Bogor, serta Workshop Penggunaan Data Kehati Skala Besar Bersama OWA IPB pada 15 Desember 2018 di Institut Pertanian Bogor.

Ada tiga jenis kegiatan dalam warung kopi ini, yaitu seminar, diskusi warung dan workshop atau lokakarya. Acara berlangsung selama dua hari yaitu pada tanggal 23-24 Maret 2019 bertempat di Cico Resort, Cimahpar, Bogor. Tambora menghadirkan lima pembicara: Anang Setiawan Achmadi (LIPI dan InaBIF), Usman Muchlish (CIFOR), Sabhrina Gita Aninta (Tambora Muda Indonesia), Teguh Triyono (ZSL Indonesia) dan Safran Yusri (Yayasan Terangi).  

Peserta berdiskusi pada sesi warung

Pada acara workshop ini, peserta tidak hanya sekadar duduk dan mendengarkan narasumber. Akan tetapi peserta diajak untuk bertukar pikiran melalui konsep acara yang mengadopsi tema “world café” atau dalam acara ini disebut “Warung Kopi”.  Pada dasarnya para peserta akan membentuk sebuah kelompok-kelompok kecil untuk berdiskusi mengenai suatu subtopik yang berhubungan dengan materi yang disampaikan narasumber sebelumnya. Setiap kelompok (meja) memiliki subtopik yang berbeda. Ketika satu ronde diskusi habis, maka peserta wajib berpindah  ke meja lainnya. Satu ronde dibatasi dalam waktu 15 menit. Diskusi ini memiliki aturan tersendiri. Setiap anggota wajib mematuhi aturan yang berlaku yakni semua orang harus mendapat giliran berbicara dan salah satu anggota kelompok mencatat hasil dialog dalam notula visual.

Salah satu perwakilan peserta mamaparkan hasil diskusi kelompok pada sesi warung

Pembukaan acara dipandu oleh Sheherazade selaku ketua dari Tambora Muda Indonesia di hari pertama. Kemudian dilanjut dengan pemaparan materi oleh Anang Setiawan Achmadi yang bercerita tentang perkembangan pangkalan data kehati nasional sebagai selaku manager nodus InaBIF (Indonesia Biodiversity Information Facility) dan LIPI. Beliau menjelaskan bagaimana pentingnya mengintegrasikan data kehati nasional. Setelah materi selesai dipaparkan, acara dilanjutkan dengan Sesi Warung pertama. Pada sesi pertama ini, peserta diminta mendiskusikan jawaban untuk tiga pertanyaan besar: (1) apakah Indonesia benar-benar butuh pangkalan data nasional? (2) apakah informasi kehati nasional seharusnya bisa diakses oleh siapa saja atau terbatas? dan (3) informasi kehati nasional dapat digunakan untuk apa saja?

Melalui sesi ini, peserta sepakat bahwa suatu pangkalan data yang memuat data keanekaragaman hayati Indonesia yang dapat diakses oleh masyarakat umum dengan mudah dan sistematis. Akses publik diperlukan untuk membantu publik mengawasi pembuatan kebijakan terkait isu keanekaragaman hayati dan memudahkan publik turut berkontribusi kepada data. Data keanekaragaman hayati yang terintegrasi dalam jumlah besar ini dapat digunakan untuk banyak hal, mulai dari studi literatur hingga edukasi tentang keanekaragaman hayati kepada masyarakat umum. Data semacam Ini perlu dibatasi hanya untuk spesies yang makin terancam dan dilindungi peraturan perundangan.

Usman Muchlish menjelaskan materi cara melakukan manajemen pengumpulan data kehati di lapangan

Masih pada hari yang sama Usman Muchlish, pembicara dari CIFOR mengajarkan peserta cara melakukan manajemen pengumpulan data kehati di lapangan. Setelah itu, dilanjut dengan sesi warung ke II masih bersama dengan Pak Usman. Kali ini peserta diminta untuk berdiskusi merumuskan pendapat melakukan manajemen pengumpulan data kehati. Tidak ketinggalan pula setelah itu Sabhrina Gita Aninta berbagi tentang mobilisasi data kehati untuk konservasi menggunakan Biodiverskripsi dan GBIF. Mendekati penghujung acara, kegiatan diisi dengan lokakarya oleh kedua narasumber terakhir yaitu Usman Muchlish dan Sabhrina Gita Aninta. Masing-masing dari mereka memberikan lokakarya tetang mengkoleksi data lapangan menggunakan ODK Collect dan KoBoToolBox, sementara Kak Sabhrina memberikan lokakarya seputar mengelola data kehati dan mempublikasikannya melalui pengenalan Darwin Core dan data paper.

Sabhrina Gita Aninta memperkenalkan peserta pada web portal hasil proyek Biodiverskripsi


Pada hari kedua, Teguh Triyono dari ZSL Indonesia membagikan pandangan terkait sains warga sebagai penyumbang data kehati raksasa. Setelah itu langsung dilakukan sesi warung dengan tema ini, membahas empat pertanyaan terkait sains warga, mulai dari seberapa paham peserta tentang sains warga sampai dengan bagaimana sains warga dapat berkontribusi dalam data kehati raksasa. Peserta memahami sains warga sebagai upaya spontan warga berkontribusi dalam pengumpulan data keanekaragaman hayati. Mengingat lembaga dan institusi pendidikan yang bekerja dalam bidang ini tidak memiliki sumber daya sebesar potensi keanekaragaman hayati Indonesia, kontribusi publik perlu dipertimbangkan. “Ketika orang yang mengumpulkan data menyukai datanya, bakal lebih cepat data terkumpul,” ujar Teguh.

Teguh Triyono memberikan pemaparan pandangan terkait sains warga sebagai penyumbang data kehati raksasa

Setelah sesi warung kedua usai, Safran Yusri dari Yayasan Terangi memberikan materi tentang bagaimana data kehati skala besar dapat digunakan untuk membantu pengambilan kebijakan. Safran yang ikut banyak bekerja dalam menyediakan insight tentang kondisi lingkungan Indonesia untuk pemerintah dari data keanekaragaman hayati menceritakan bagaimana komputasi awan dan pembelajaran mesin sangat membantu para ahli yang dikejar-kejar untuk memberikan informasi tentang kondisi lingkungan dalam waktu cepat dan akurasi tinggi. Untuk meningkatkan pemahaman peserta, Safran memberikan pelatihan langsung bagaimana melakukan prediksi distribusi spesies melalui Google Earth Engine. Masih belum cukup, Tambora pun masih memberikan pengenalan sekilas eksplorasi data menggunakan perangkat lunak R. Banyak peserta yang mengeluh pelatihan diadakan kurang lama, mereka menginginkan acara ini diadakan lebih dari dua hari.

Safran Yusri memandu peserta melakukan analisis data keanekaragaman hayati dari GBIF

Terakhir di penghujung acara, para peserta diperkenalkan pada web portal hasil proyek Biodiverskripsi. Peserta diminta untuk memberikan evaluasi portal dan kemudian secara langsung diberikan pengarahan bagaimana cara menggunakan portal tersebut. Web portal ini berada dalam status 50% yang memuat 5.000 perjumpaan spesies dengan segala manfaat yang dapat digunakan sebagaimana mestinya data kehati seharusnya digunakan.

Penasaran lebih jauh tentang data besar kehati? Ikuti terus kiprah Tambora Muda Indonesia via Twitter, Instagram, Facebook atau hubungi kami langsung di info@tamboramuda.org.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *